Dalam agama yang kuanut
kutemukan cinta yang demikian kuat,
bahwa cinta harus diabdikan bagi kehidupan dan kemanusiaan.
Pun dalam agama lain,kutemukan kasih yang demikian indah.
Lalu, mengapa atas nama agama pula,
seseorang tidak mengenal cinta;
melakukan kekerasan, mengintimidasi,
menipu, dan menghakimi moral orang lain?
kutemukan cinta yang demikian kuat,
bahwa cinta harus diabdikan bagi kehidupan dan kemanusiaan.
Pun dalam agama lain,kutemukan kasih yang demikian indah.
Lalu, mengapa atas nama agama pula,
seseorang tidak mengenal cinta;
melakukan kekerasan, mengintimidasi,
menipu, dan menghakimi moral orang lain?
Cinta itu universal, tidak mengenal warna kulit, status sosial, dan kebangsaan seseorang. Sebagai sebuah konsep yang harus dijabarkan, cinta tidak mengenal batasan yang menyempitkan ruang bagi seseorang dalam memahami dan menjalani kehidupan berdasarkan cinta kasih. Dengan cinta, kehidupan digagas dan dibangun sehingga berproses menjadi kehidupan yang berdasarkan nilai kemanusiaan universal. Manusia dengan keistimewaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal budi, dapat dengan mudah mengatur dan menilai tingkah laku diri sendiri dan komunitasnya untuk tetap berada dalam koridor yang tidak melanggar hak dasar manusia lain. Keluhuran manusia menurut Frans Magnis Suseno (1991), ”berakar dalam kenyataan bahwa ia berakal-budi. Melalui akal budi ia mengatasi keterikatan binatang pada lingkungan dan kebutuhannya sendiri. Akal budi berarti bahwa hati dan wawasan manusia merentangkan diri mengatasi segala keterbatasan ke arah cakrawala yang tak terbatas.”
Dalam banyak catatan sejarah kemanusiaan, sejarah tidak hanya ditoreh secara indah dan manusiawi, melainkan juga secara tidak beradab, di mana harkat dan hak dasar manusia diabaikan dan dilanggar secara tidak langsung maupun langsung. Hegemoni yang dilakukan oleh negara dengan menggunakan institusi birokrasi dan perangkat hukum telah melenakan kesadaran masyarakat, bahwa proses ketidakadilan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan yang jauh dari nilai cinta kasih sedang berlangsung secara sistematis. Masyarakat menerima keadaan ini sebagai common sense, yang tidak perlu diperdebatkan lagi.
Indonesia, dalam proses menjadinya, telah menciptakan realitas sosial yang tidak memungkinkan kita untuk menolak bahwa bangunan masyarakat dan negara merupakan hasil gesekan yang sebagian menetaskan dendam dan pembunuhan massal. Konflik politik memasuki ruang-ruang kolektifitas masyarakat yang mengadopsi konflik vertikal menjadi konflik horisontal. Masyarakat dipaksa menerima situasi politik di mana mereka harus memilih berada dalam ruang konflik atau tidak sama sekali. Persoalannya adalah struktur bangunan sosial bersinergis dengan kekuatan politik, bahkan politik menjadi kekuatan yang dominan yang menentukan sikap dan tindakan masyarakat secara personal maupun kolektif.
Lapisan masyarakat Indonesia yang terbentuk berdasarkan nilai dan kesadaran masyarakat terutama elit politiknya, telah menyajikan struktur sosial yang menempatkan masyarakat (rakyat kecil) sebagai kelas bawah yang memiliki ‘kewajiban’ sosial untuk tergantung secara ekonomi-politik kepada elit politik. Hal ini mempengaruhi wajah masyarakat pada umumnya. Masyarakat Indonesia merepsentasikan dirinya sebagai kelompok yang memiliki ikatan politik secara kultur kepada elit politik atau kelas sosial lainnya yang dianggap berada dalam hirarkhi lebih tinggi.
Bagi Umar Kayam, hal di atas dipahami sebagai pentas suatu sistem nilai yang menekankan pada keselarasan hirarkis, rukun, anti konflik, halus (dsbnya) yang merupakan ramuan nilai yang sangat mendukung kelangsungan sistem feodal. Yang bawah mengacu kepada yang atas, yang atas mengacu kepada yang berada di atasnya lagi, sehingga hanya lapisan atas beserta jajarannya yang menikmati semua keistimewaan. Sementara, rakyat kecil, hanya dibebankan pada tanggung jawab untuk mengabdi kepada atasan.
Cinta kasih terhadap manusia lain menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena berangkat dari rasa cinta, kehidupan ini dapat dipertahankan. Cinta kasih orang tua terhadap anak dan sebaliknya, dinyatakan dalam keseharian interaksi yang berlangsung dalam rumah dan sekitarnya. Cinta teman terhadap teman tidak hanya terhenti dalam suasana bahagia, tetapi akan lebih teruji ketika dalam susah, di mana seorang teman/sahabat tetap memberikan perhatian dan kepeduliannya. Berbagi secara ekonomi dan sosial adalah hal yang dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dan kesempatan yang lebih baik. Seorang pejabat atau tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi dan berbagi kepada orang miskin. Konsep berbagi dan memberi kepada orang yang membutuhkan adalah implementasi cinta kasih yang paling dasar.
Bagi Erich Fromm cinta itu adalah proses menjadi. Seseorang akan mengalami kemajuan ketika mengimplementasikan relasi cinta terhadap sesamanya. Cinta melahirkan tindakan-tindakan yang memberi dalam bentuk perhatian dan kepedulian terhadap lingkungannya. Perhatian pemerintah terhadap rakyatnya adalah keharusan. Pada pemerintahan yang tidak demokratis, kewajiban dalam memenuhi kesejahteraan, keadilan, dan kebebasan bagi rakyat tidak akan dipenuhi, karena tak ada konsep cinta dalam sebuah pemerintahan yang tidak demokratis.
Sejarah panjang negeri ini dipenuhi catatan kejahatan dan kekerasan yang menistakan kemanusiaan. Kekuasaan Orde Baru telah ajarkan kepada kita bahwa tak ada cinta kasih dalam kekuasaan yang otoriter. Sebaliknya, kerusuhan demi kerusuhan dibiarkan terjadi, penggusuran perkampungan miskin dilakukan tanpa solusi penyelesaian. Peristiwa 27 Juli semakin menegaskan sikap dan watak politik Orde Baru yang mensahkani semua cara untuk mempertahankan status quo.
Cinta kasih bukan sesuatu yang abstrak, ia ada sebagai energi peradaban, menyatu dan mempengaruhi kehidupan manusia. Manifestasi dari cinta kasih adalah pengakuan dan perlindungan terhadap diri sendiri dan orang lain dalam menjalankan kehidupan yang damai, dan sejahtera atas dasar kemanusiaan. Oleh karena itu, hak dasar sebagai manusia yang merdeka harus dipenuhi. Kebebasan berekspresi dalam berkesenian dan berkarya serta dalam mengaktualisasikan ide-ide pribadi merupakan bagian dari hak dasar manusia. Rasa aman, nyaman, dan bebas menjadi instrumen penting dalam mengapresiasikan dan mengembangkan diri. Catatan sejarah, telah sodorkan kenyataan bahwa kebebasan adalah awal dari kemajuan sebuah bangsa. Pencerahan di Eropa telah melahirkan ilmu pengetahuan yang menghasilkan kemajuan dan ragam teknologi. Untuk itu, dalam memajukan sebuah peradaban dibutuhkan cinta kasih yang melepaskan semua batasan warna kulit, agama, kebangsaan, dan ideologi.
@by dewi djakse
Dalam banyak catatan sejarah kemanusiaan, sejarah tidak hanya ditoreh secara indah dan manusiawi, melainkan juga secara tidak beradab, di mana harkat dan hak dasar manusia diabaikan dan dilanggar secara tidak langsung maupun langsung. Hegemoni yang dilakukan oleh negara dengan menggunakan institusi birokrasi dan perangkat hukum telah melenakan kesadaran masyarakat, bahwa proses ketidakadilan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan yang jauh dari nilai cinta kasih sedang berlangsung secara sistematis. Masyarakat menerima keadaan ini sebagai common sense, yang tidak perlu diperdebatkan lagi.
Indonesia, dalam proses menjadinya, telah menciptakan realitas sosial yang tidak memungkinkan kita untuk menolak bahwa bangunan masyarakat dan negara merupakan hasil gesekan yang sebagian menetaskan dendam dan pembunuhan massal. Konflik politik memasuki ruang-ruang kolektifitas masyarakat yang mengadopsi konflik vertikal menjadi konflik horisontal. Masyarakat dipaksa menerima situasi politik di mana mereka harus memilih berada dalam ruang konflik atau tidak sama sekali. Persoalannya adalah struktur bangunan sosial bersinergis dengan kekuatan politik, bahkan politik menjadi kekuatan yang dominan yang menentukan sikap dan tindakan masyarakat secara personal maupun kolektif.
Lapisan masyarakat Indonesia yang terbentuk berdasarkan nilai dan kesadaran masyarakat terutama elit politiknya, telah menyajikan struktur sosial yang menempatkan masyarakat (rakyat kecil) sebagai kelas bawah yang memiliki ‘kewajiban’ sosial untuk tergantung secara ekonomi-politik kepada elit politik. Hal ini mempengaruhi wajah masyarakat pada umumnya. Masyarakat Indonesia merepsentasikan dirinya sebagai kelompok yang memiliki ikatan politik secara kultur kepada elit politik atau kelas sosial lainnya yang dianggap berada dalam hirarkhi lebih tinggi.
Bagi Umar Kayam, hal di atas dipahami sebagai pentas suatu sistem nilai yang menekankan pada keselarasan hirarkis, rukun, anti konflik, halus (dsbnya) yang merupakan ramuan nilai yang sangat mendukung kelangsungan sistem feodal. Yang bawah mengacu kepada yang atas, yang atas mengacu kepada yang berada di atasnya lagi, sehingga hanya lapisan atas beserta jajarannya yang menikmati semua keistimewaan. Sementara, rakyat kecil, hanya dibebankan pada tanggung jawab untuk mengabdi kepada atasan.
Cinta kasih terhadap manusia lain menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena berangkat dari rasa cinta, kehidupan ini dapat dipertahankan. Cinta kasih orang tua terhadap anak dan sebaliknya, dinyatakan dalam keseharian interaksi yang berlangsung dalam rumah dan sekitarnya. Cinta teman terhadap teman tidak hanya terhenti dalam suasana bahagia, tetapi akan lebih teruji ketika dalam susah, di mana seorang teman/sahabat tetap memberikan perhatian dan kepeduliannya. Berbagi secara ekonomi dan sosial adalah hal yang dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dan kesempatan yang lebih baik. Seorang pejabat atau tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi dan berbagi kepada orang miskin. Konsep berbagi dan memberi kepada orang yang membutuhkan adalah implementasi cinta kasih yang paling dasar.
Bagi Erich Fromm cinta itu adalah proses menjadi. Seseorang akan mengalami kemajuan ketika mengimplementasikan relasi cinta terhadap sesamanya. Cinta melahirkan tindakan-tindakan yang memberi dalam bentuk perhatian dan kepedulian terhadap lingkungannya. Perhatian pemerintah terhadap rakyatnya adalah keharusan. Pada pemerintahan yang tidak demokratis, kewajiban dalam memenuhi kesejahteraan, keadilan, dan kebebasan bagi rakyat tidak akan dipenuhi, karena tak ada konsep cinta dalam sebuah pemerintahan yang tidak demokratis.
Sejarah panjang negeri ini dipenuhi catatan kejahatan dan kekerasan yang menistakan kemanusiaan. Kekuasaan Orde Baru telah ajarkan kepada kita bahwa tak ada cinta kasih dalam kekuasaan yang otoriter. Sebaliknya, kerusuhan demi kerusuhan dibiarkan terjadi, penggusuran perkampungan miskin dilakukan tanpa solusi penyelesaian. Peristiwa 27 Juli semakin menegaskan sikap dan watak politik Orde Baru yang mensahkani semua cara untuk mempertahankan status quo.
Cinta kasih bukan sesuatu yang abstrak, ia ada sebagai energi peradaban, menyatu dan mempengaruhi kehidupan manusia. Manifestasi dari cinta kasih adalah pengakuan dan perlindungan terhadap diri sendiri dan orang lain dalam menjalankan kehidupan yang damai, dan sejahtera atas dasar kemanusiaan. Oleh karena itu, hak dasar sebagai manusia yang merdeka harus dipenuhi. Kebebasan berekspresi dalam berkesenian dan berkarya serta dalam mengaktualisasikan ide-ide pribadi merupakan bagian dari hak dasar manusia. Rasa aman, nyaman, dan bebas menjadi instrumen penting dalam mengapresiasikan dan mengembangkan diri. Catatan sejarah, telah sodorkan kenyataan bahwa kebebasan adalah awal dari kemajuan sebuah bangsa. Pencerahan di Eropa telah melahirkan ilmu pengetahuan yang menghasilkan kemajuan dan ragam teknologi. Untuk itu, dalam memajukan sebuah peradaban dibutuhkan cinta kasih yang melepaskan semua batasan warna kulit, agama, kebangsaan, dan ideologi.
@by dewi djakse
Tidak ada komentar:
Posting Komentar